Pages

Labels

PRAKTIK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN PADA TAHUN 1945

Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia mengesahkan Konstitusi pada 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dalam sebuah naskah yang dinamakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.

Pada 29 Agustus 1945 PPKI telah dibubarkan oleh pesiden dan sebagai gantinya dibentuk Komisi Nasional Pusat (KNIP). Badan ini walupun keberadaannya mutlak menurut Aturan Peralihan pasal IV akan , tugasnya hanya sekedar pembantu Presiden dalm bidang yang dikehendaki.

Perjalanan sejarah telah membuktikan bahwa semenjak di ciptakan perkembangan UUD 1945 telah mengalami perkembangan yang amat pesat.dua bulan dalam masa perjalanan UUD 1945, terjadi perubahan praktik ketatanegaraan, khususnya perubahan tehadap Aturan Peralihan Pasal IV, dengandikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden Nomor X, yang menetapkan sebagai berikut:

“Komite Nasional Pusat, sebelum terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat diserahi kekuasaan Legislatif dan ikut serta menentukan garis-garis besar daripada haluan Negara”

“bahwa pekerjaan Komitr Nasional Pusat sehari-hari berhubungan dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja yang dipilihantara mereka serta bertanggung jawb kepada Komite Nasional Pusat”.

Apabila kita lihat dari ketentuan-ketentuan diatas, terdapat tiga hal yang penting, yaitu:

1. Komite Nasional Pusat menjadi lembaga legislative.

2. Komite Nasional Pusat ikut menetapkan garis-garis besar kepada Komit Nasional Pusat.

Tugas legislatif yang diserahkan kepada Komite Nasional yang dimaksud, hanyalah dalam bidang pembuatan undang-undang, baik pasif maupun aktif. Tidak termasuk didalamnya hak mengontrol dan mengawasi pemerintah. Tugas itu langsung ada pada Presiden sendiri, sesuai dengan Pasal IV Aturan Peralihan.

Berdasarkan semua itu, menurut Tolchah Mansoer, sebenarnya dengan Maklumat No.X belumlah terjadi sesuatu yang fundamental dalam hubungan ketatanegaraan sebab langkah-langkah itu diambil masih dalam batas-batas Pasal IV Aturan Peralihan. Tentang bidang legislatif, kalau tadinya Presiden mengerjakan nya dengan bantuan Komite Nasional, sekarang tugas itu oleh Presiden hendak diserahkan kepada Komite Nasional, artinya peranan bantuan itu didalam bidang legislatif hendak diperbesar.

Kekuasaan Presiden, menuut A.K. Pringgodigdo, dikatakan dictatorial. Dengan adanya maklumat tersebut Presiden yang tadinya memiliki kekuasaan mutlak maka harus dibagi dengan komite nasional pada tnggal 16 oktober 1945.

Untuk menghindari kesalah pahaman terhadap status dan fungsi Badan Pekerja KNIP tersebut, pada 20 Oktober 1945 dikeluarkanlah penjelasan dri Badan Pekerja, yang menyatakan sebagai berikut.

1. Turut menetapkan garis-garis besar haluan Negara

Ini be arti bahwa Badan Pekerja bersama-sama dengan Presiden menetapkan garis-garis besar haluan negara. Badan Pekerja tidak berhak campur dalam kebijaksanaan (dagelijks beleid) pemerintah sehari-hari. Ini tetap ditangan Presiden semata-mata.

2. Menetapkan bersama-sama dengan Presiden undang-undang yang boleh

mengenai segala macam urusan pemerintah.

Perubahan kedua yang terjadi dalam penyelenggaraan Negara ialah dengan dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1946. Maklumat Pemeritah ini, sebenarnya adalah suatu tindakan yang maksudnya akan mengadakan pembaruan terhadap susunan cabinet yang ada. Dengan Maklumat ini, diumumkanlah nama-nama dari mentri-mentri dalam susunan kabinet yang baru.

Semula cabinet ialah dibawah pimpinan Presiden akan tetapi stelah terbitnya maklumat tersebut kemudian menjadi dewan yang diketuai oleh perdanamentri yang dipimpin oleh Sutan Syahrir.

Dalam hal yang terpenting menurut Joeniarto, di Indonesia telah terjadi konstelasi ketatanegaraan. Jika semula UUD menganut sisim presidensil dengan maklumat tersebut prinsip pertanggung jawaban mentri dengan resmi diakui. Terjadi pergeseran kekuasaan eksekutif yang semula mentri bertanggungjawab kepada presiden sekarang terhadap perdana mentri.

Dengan dikeluarkannya maklumat pemerintah tersebut bergeserlah kekuasaan presiden dan mengubah sistim ketatanegaraan yang tadinya presidensil menjadi parlementer. Perlu dikaji apa dasar hokum kedua maklumat tersebut.

Mengenai perkembangan konstitusi tersebut menurut K.C. Wheare: “Many important changes in the working of a constitution occur without any alteration in the rules of custom and convention.” Dalam hubungan dengan UUD 1945 prnyataan ini adalah benar. Perubahan yang radikal telah terjadi tanpyyujka suatu amandemen pada teks dari UUD sendiri.

Terhadap perkembangan ketatanegaraan Indonsia setelah lahirnya Maklumat Wakil Presiden No. X, sebenarnya belumlah terjadi perubahan yang fundamental karena maklumat itu hanya penegasan terhadap pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945. Hal ini sebenarnya tidak diatur didalam UUD 1945. Jadi, sebenarnya pertanggungjawaban Menti Negara kepada perdana mentri merupakan penyimpangan terhadap UUD 1945 (Pasal 17 ). Hal ini seharisnya tidak dapat terjadi tanpa melakukan perubahan terlebih dahulu terhadap Pasal 17 UUD 1945.

Sampai saat ini terjadi perdebatan dikalangan akademisi entang dasar hokum maklumat tersebut. Diantaranya, Ismail Suny berpendapat bahwa dasar hukumMaklumat tersebut adalah kebiasaan atau “convention”. Dengan cara kebiasaan politik itu maka pengaturan tanggungjawab mentri dapat pula ditimbulkan dinegri kita. Lebih lanjut suny mengatakan sebagai berikut.

“Apabila convention itu terjadi, tentulah bentuk dan cara kerja tanggungjawab mentri itu akan bersifat sementara. Jadi, sebenarnya segala sifat sementara itu baru dapat hilang kalau DPR dan MPR telah dibentuk oleh seluruh rakyat Indonesia dengan pemilihan umum.”Maka dari itu, segala perubahan pada masa sekarang yang bermaksud menyempurnbakan susunan Negara Republik Indonesia walaupun kelihatannya bertentnggan dengan UUD pantas kita sambut dengan tenang hati.

Sementara Assat mempertahankan bahwa, perbuatan Badn Pekerja itu dibenarkan Oleh Komite Nasional Pusat pada sidang III dengan persetujuan Presiden maka kekeuatannya sama dengan Undang-Undang.

Tetapi pertanyaan tersebut mnimbulkan keganjilan karena pada saat itu kita telah memilik UUD, mengapa persetujuan tersebut tidak di atur dalaam perundangan sebgaiman telah diamanatkan oleh UUD 1945. Istilah maklumat selain tidak dikkenal dalam UUD 1945 serta kedudukannya tidak jelas apakah lebih tinggi dari UUd atau lebih rendah. Jika lebih rendah ia tidak bias menagtur muatan materi yang terdapat dalam UUD dan mengubahnya dan jika lebih tinggi, tidak mungkin karena perundang-undangan terttinggi pada waktu itu ialah UUD 1945.

M. Yamin berpendapat bahwa kementerian yang bertanggunga jawab tidak sesuai dengan UUD 1945 bahkan berlawanan dengan pasal 17 UUD 1945. A.K Pringgidigdo mengomentari Assat bahwa ketentuan tersebut tidak benar dengan mendasar pada convention sebagai aturan abru yang sengaja diadakan. Sementara UUD telah mengatur cara-cara penbuatan Undang-Undang melalui ketentuyan pasal 37. jika memang hal tersebut tidak diatur maka convention dapat dibenarkan, tetapi kalau ada dalam UUD maka hal itu menyalahi aturan. Jika hal ini dibiarkan maka UUD hanya dianggap sekadar pelengkap, bias di kesampingkan dengan aturan lain.. perubahan sesungguhnya harus dilakukan oleh MPR sebagaiman telah digariskan UUD.

Sesungguhnya dengan lahirnya Maklumat tesebut telah terjadi perubahan terhadap pasal 17 UUD 1945, tanpa melalui prosedur perubahan menurut pasal 37 UUD 1945.perubahan tersebut tidak diatur dalam UUD akan tetapi dengan jalan istimewa seperti revolusi, coup d’etat, convention dan sebagainya. Hal ini dalikukan karena pada saat itu keadaan dalam kondisi darurat. Artinya, lembaa yang seharusnya dibentuk belum ada.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Back to top

Pengikut